Rabu, 22 Juni 2016

Kisah Sedih bocah yatim Piatu Di malam Natal


Mengasihi artinya berbagi kebahagiaan dan berkorban demi kebahagiaan orang yang kita kasihi”


“Aku menemukan sisi lain dari keindahan dunia ini saat mengenalmu dan ketika aku kehilangan dirimu, engkau menjadi inspirasi bagiku.”
Kisah ini dimulai dari.......
Aku meneguk sisa es teh tawar yang masih tersisa di gelasku. Ketika aku masih menikmatinya ekor mataku menangkap sosok anak laki-laki yang memperhatikanku. Matanya menatapku. Sebuah tatapan yang menusuk ke dalam hatiku. Tatapan yang penuh iba. Aku meletakkan gelas yang hanya menyisakan es batu yang masih membeku.
“Bu, anak kecil yang duduk di pinggir jalan itu siapa ya?” tanyaku penasaran kepada pemilik warung sambil memandang anak laki-laki tersebut.
“Ow… Duh, kasihan tuh anak, bang!”
“Kasihan kenapa, bu?”
“Sudah seminggu bapanya meninggal gara-gara sakit. Ibunya sih meninggal pas melahirkan dia. Dia ngga punya keluarga lagi. Sekarang sih dia tidur di mana saja karena di usir dari kontrakan.”
“Begitu ya, bu!”
Selesai membayar es teh tawar yang aku pesan. Aku menghampiri anak laki-laki yang hanya mengenakan pakaian kumal tanpa alas kaki. Entah sudah berapa lama dia tidak mengganti pakaiannya.
Semakin aku mendekatinya semakin jelas kelihatan kalau tubuhnya tidak terurus. Dia terus menatapku sampai aku duduk di sampingnya.
“Nama kamu siapa dek?” tanyaku dengan nada bersahabat sambil mengukir sebuah senyuman.
“Aku lapar, kak!” ucapnya sambil memegang perutnya.
Aku mencoba mengingat uang yang masih tersisa di saku dan dompetku. Hanya ada selembar sepuluh ribuan dan dua koin lima ratus.
“Nanti kakak belikan kamu makanan. Tapi nama kamu siapa?” Sekali lagi aku menanyakan namanya.
“Benar kak? Serius? Kakak ngga bohongkan?”
“Iya. Ngapain bohong? Tapi nama kamu siapa?”
Aku melihat senyuman manisnya yang memancarkan barisan giginya yang tersusun rapi tapi berwarna kuning karena tidak pernah disikat.

Namaku Samuel Lie. Dipanggilnya Samuel. Kalau kakak?”
“Dewantara, panggil saja kak Tara!”
Dia mengulurkan tangannya lalu kusambut. Sebuah jabatan salam perkenalan yang hangat. Terasa kalau tangannya penuh dengan debu ketika tanganku bersentuhan dengan tangan munggilnya. Kukunya yang panjang menyembunyikan daki berwarna hitam di setiap kuku jarinya.
“Yuk, kita makan.”
“Di mana kak?”
“Tuh ada warteg!” ucapku sambil menunjuk sebuah warteg.
Dengan langkah semangat Samuel memegang tanganku dan menuntunku ke warteg tersebut. Wajah murungnya berubah menjadi ceria.
Aku hanya memandangnya dengan mata yang hampir copot. Lahap sekali anak ini makan. Kurang dari lima menit, makanan yang aku pesan sudah tidak tersisa lagi. Sampai menjilat jarinya segala.
“Terima kasih ya, kak!” ucapnya dengan malu-malu.
“Sama-sama,” balasku terharu meski aku tahu jatah makan malamku sudah tidak ada lagi.
*****

Aku manatap Samuel yang tidur terlelap yang hanya beralaskan koran dan tumpukan baju di kosku yang hanya berukuran 2×1,5 meter. Masih terngiang pembicaraan antara aku dengan Samuel sebelum dia terlelap.
“Aku panggil kakak dengan sebutan Ko Dewa ya?”
Aku menatapnya dengan keheranan di antara terang yang dipancarkan lilin kecil. Anehkan? Kos yang aku tinggali hanya seratus ribu sebulan. Tanpa listrik dan tanpa kamar mandi. Jadi kalau mau mandi harus ke WC umum. Itu pun harus bayar. Suara kereta api yang lewat persis di depan kosku sudah menjadi musik tersendiri bagiku. Kata orang ada harga, ada mutu. Seperti itulah gambaran kos di pinggiran rel kereta api.
“Dulu aku punya koko.”
“Trus koko kamu di mana sekarang?”
Hening. Sunyi. Bisu.
“Koko… Koko meninggal karena sakit sama seperti papa. Namanya Ko Daniel.”
Kembali kesunyian mencekam.
“Ngga apa-apakan kalau aku manggil kakak dengan panggilan Ko Dewa?”
Aku berusaha untuk tersenyum, “panggil saja Ko Tara, ya?”
“Oklah kalau begitu.”
Aku tertawa dengan tingkah lakunya yang masih polos.
Karena lelah Samuel langsung tidur

Sementara aku berusaha menutup mataku diantara suara perutku yang berbunyi karena kelaparan.

*****

“Koko pengen punya toko sendiri,” celotehku ketika mengajaknya ke tempatku bekerja. “Ngga perlu besar, yang penting milik sendiri.”
“Kenapa ngga jadi koki saja?”
“Koki?”
“Iya. Bisa makan sepuasnya. Kita makan ya ko?”
“Kamu lapar?”
“Lapar setengah mati.”
“Tapi uang koko tinggal seribu rupiah. Cuma bisa beli gorengan.”
Samuel hanya menatapku.
“Kamu disini ya, koko beliin kamu gorengan dulu.”
“Iya ko.”
Aku berlari untuk membeli dua potong pisang goreng. Begitu kembali, mata Samuel berbinar-binar ketika menerima dua potong pisang goreng.
“Ini untuk aku dan ini untuk koko,” ucapnya sambil menyerahkan sepotong pisang goreng.
“Untuk kamu saja ya!”
“Ngga mau! Koko kan belum makan apa-apa dari semalam?”
Dengan berat hati aku memakannya juga.
Setelah itu aku langsung melakukan tugasku ketika tiba di toko. Membuka toko, lalu membersihkannya, melayani pembeli dan kemudian menutupnya. Gajinya sih cukup untuk bayar kos, makan, kebutuhan sehari-hari dan biaya transportasi. Tapi beruntung Ko Willy, si empunya toko berbaik hati mengizinkan aku memakai komputernya untuk jualan online. Aku menjual tas yang ada di toko Ko Willy di blogku yang kuberi MotivatorSuper.com . Keuntungannya memang sedikit. Tapi aku percaya, setia dalam hal yang kecil maka Tuhan akan mempercayakan hal yang lebih besar lagi.
“Nanti kalau ada yang beli tas sama koko, nanti koko traktir kamu di KFC.”
“Wow! Samuel doain semoga laku. AMIN”
Aku hanya tersenyum. Apa lagi melihat tubuhnya sudah bersih. Meski baju yang dikenakannya kebesaran.

Aku belum bisa membelikan Samuel baju sehinga mau ngga mau dia harus memakai pakaianku.

*****
“Kamu sikat gigi pakai garam ya?”
Samuel menatapku dengan kebingungan.
“Odolnya habis. Koko belum bisa beli.”
“Ow.”
“Begini caranya…” ucapku lalu mengambil garam dengan telunjuk tanganku dan menggosokkannya ke gigiku.
“Asin ko!”
Aku tersenyum meski hatiku sedih

Yah iyalah masa manis.”

*****

“Badanmu panas,” keluhku bingung ketika tanpa sengaja menyentuh tubuhnya. “Kamu sakit ya?”

Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut munggil Samuel yang merah. Dahinya berkerut dan bibirnya mendesah menahan sakit.
Sementara di luar kos, gerimis mulai turun.
Tubuh Samuel kedinginan. Tidak ada jaket atau selimut. Aku berusaha menghangatkan tubuhnya dengan menempelkan beberapa baju ke seluruh tubuhnya.
“Kita ke dokter ya?” usulku, meski aku sendiri tidak yakin mendapat pertolongan tanpa uang yang cukup. Orang miskin dilarang sakit! Kalau berobat harus pinjam sana-sini buat biaya berobat. Setelah sembuh kerja keras lagi buat bayar hutang.
Aku semakin bingung ketika Samuel tidak menjawab. Dia hanya mengerang dengan mata tertutup rapat.

Aku menggendong tubuh Samuel dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Entah kenapa aku takut kehilangan Samuel. Meski baru dua minggu mengenalnya. Rasanya seperti terjalin ikatan batin yang kuat diantara kami.

Sehari tanpa ocehan Samuel rasanya ada yang aneh. Pertanyaan-pertanyaan sering terlontar dari mulutnya hingga kadang aku kewalahan menjawabnya.
“Woi, mau ke mana loe?” sergah satpam rumah sakit ketika melihatku. “Enak saja main masuk!”
“Adik saya sakit, pak?”
Satpam tersebut memandangku dan Samuel berkali-kali. Mungkin dia bingung, aku yang pribumi memiliki adik yang keturunan Tionghoa.
“Bawa saja ke rumah sakit lain. Di sini bayarnya mahal. Ngga terima pasien kayak begini!”
Ya Tuhan? Apa rumah sakit ini hanya menerima pasien yang menaiki mobil mewah yang bisa di rawat di sini? Sementara orang miskin sepertiku tidak diterima?
Ketika satpam tersebut mengarahkan mobil mewah untuk mendapatkan parkir aku langsung menerobos masuk. Aku tetap nekat untuk masuk. Apa pun akan aku lakukan untuk Samuel. Satpam tersebut hanya pasrah dengan sikapku. Aku tidak menghiraukan tatapan orang yang melihatku basah kuyup tanpa alas kaki. Sandal nyang kupakai tadi putus. Mungkin sudah waktunya untuk digunakan

Aku tidak menghiraukan tatapan orang yang memandangku. Dinginnya AC menusuk hingga tulang sum-sumku.

*****

Empat hari kemudian.
“Hemofilia?” tanyaku kaget.
“Penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan oleh melalui kromosn X,” ucap dokter muda yang cantik perawakannya memberiku penjelasan.
Aku menggagumi kecantikannya.
“Tapi selama ini tidak ada keanehan yang saya temui, seperti pendarahan yang terus menerus atau terjadi benturan pada tubuhnya yang mengakibatkan kebiru-biruan. Kalau boleh tahu, Samuel mengidap hemofilia A atau Hemofilia B, dok?”
“Begitu ya? Hemofilia B.”
Aku terdiam.
“Tidak hanya itu, hasil pemeriksaan menyatakan kalau dia juga positif HIV.”
Aku berdiri seperti patung. Samuel yang masih berumur enam tahun mengidap HIV? Ayah atau ibunyakah yang menularkan? Atau karena dia pernah menjalani transfusi darah dan ternyata Human Immunodeficiency Virus lolos dalam transfusi darah yang dijalanninya.
Kini aku tahu, kenapa tidak ada satu pun keluarganya yang mau menampungnya yang sebatang kara. Mungkin ayahnya meninggal karena HIV juga. Entahlah.
Aku menatap wajah pucat Samuel yang terbaring lemah dengan infus yang terpasang ditubuhnya. Selama Samuel di rawat tidak ada satu pun kata keluh kesah yang keluar dari mulutnya.

Masih jelas tergambar di memoriku pembicaraan kami berdua ketika mengajaknya makan di KFC di salah satu mal di bilangan Jakarta Barat.
“Samuel pengen kado natal!” Ungkap Samuel tiba-tiba begitu melihat nuansa natal yang menghiasi setiap penjuru mal.
“Mau kado apa?”
“Cuma pengen boneka Tazmania.”
“Nanti koko belikan kalau koko sudah punya duit. Beberapa harri ini belum ada tas yang laku. Nanti koko belikan boneka Tazmania yang gede.”
“Yang kecil juga ngga apa-apa kok.”
“Tapi jangan lupa berdoa ya.”
“So, pasti!”
Malamnya sebelum beranjak tidur, kembali dia mengutarakan keinginannya.
“Koko pasti belikan buat kamu. Berharap sebelum natal banyak tas yang laku.”
“Amin!” teriaknya memecah kesunyian malam.

Hatiku miris, seharian aku dan Samuel hanya minum air kran. Tidak ada duit yang tersisa.
“Maafkan koko, Samuel,” bisikku dalam hati sambil mengusap kepalanya.
Menit berikutnya.
Dia mengajakku berdoa. Biasanya aku yang mengajaknya.
“Tuhan… Berkati Ko Tara ya. Berkati pekerjaannya dan usaha on…”
“Online.” timpalku yang mengetahuinya kesulitan menyebut kata tersebut.
“Usaha onlinenya. Berkati juga bloknya.”
Aku tersenyum ketika dia menyebut kata blog dengak pemakaian huruf K dibelakangnya.
“Nama blognya apa ko?”
“MotivatorSuper.com,” ucapku dengan perlahan-lahan.”
“Berkati MotivatorSuper dot kom ya Tuhan. Biar banyak orang yang diberkati.”
Aku terharu. Aku meneteskan air mataku.

*****
“Ko, aku mau pulang saja!”
“Kenapa sayang? Di sinikan enak? Ngga kayak di kos koko.”
“Tapi aku kasihan koko harus berhutang untuk bayar semuanya.”
Diam. Sesak.
“Kamu jangan pikirkan itu ya, sayang. Tuhan pasti cukupkan semuanya.”
Tidak ada pilihan selain meminjam uang dengan Ko Willy dengan jaminan gajiku di potong setengah dari seharusnya aku terima setiap bulan.
Sebatang kara seperti ini tidak bisa berharap pertolongan kepada keluarga. Ah, betapa indahnya kalau masih memiliki keluarga. Teman? Ini Jakarta. Uang ngga jatuh dari pohon kayak daun kering. Siapa yang mau memberikan pinjaman kepadaku tanpa jaminan apa-apa yang bisa disita kalau tidak mampu melunasi hutang yang ada? Memberikan pinjaman ke keluarga sendiri saja masih pakai hitung-hitungan. Kalau mau nyumbang harus di ekspos. Berharap kepada manusia memang sering mengecewakan.
“Kamu harus di rawat di sini supaya cepat sembuh.”
“Ko…. Maafkan aku.”
“Kenapa harus minta maaf?”
“Aku sudah merepotkan koko.”
Aku menggenggam tangannya. “Kamu tidak merepotkan kok. Percayalah! Koko malah senang bisa berkorban buat kamu.”

******

Segala macam usaha telah di coba oleh tim dokter yang menangani Samuel. Sudah dua minggu terakhir ini berbagai obat pun silih berganti dimasukkan ke dalam tubuhnya.

Setiap hari berjam-jam aku menemaninya setelah pulang dari jaga toko. Mengobrol, bergurau atau kadang-kadang berdongeng untuknya.
“Ko, apa artinya meninggal dunia?”
Pertanyaan yang menghentakkan diriku yang lelah dan lapar. HIV sudah memorak-porandakan seluruh sistem pertahanan tubuh Samuel. Infeksi yang tidak terlalu berat pun dapat menimbulkan penyakit yang fatal.

“Artinya, kamu akan suatu tempat yang jauh. Tempat di mana kamu berasal.”
“Perginya sendirian?” tanyanya lemah.
Mataku berkaca-kaca. Namun aku mencoba untuk menahan agar air mata itu tidak jatuh.

“Sendirian. Tapi kamu jangan takut.”
“Kalau aku meninggal dunia, siapa yang akan menemani koko?”
Akhirnya air mataku juga jatuh. Diantara penderitaannya dia masih memikirkanku.

“Aku tahu, koko sering ngga makan biar aku kenyang. Koko sering jalan kaki pulang pergi ke toko biar bisa belikan aku sesuatu setiap hari. Nanti di sana, siapa yang motongin kuku Samuel?” ucapnya sambil meneteskan air matanya.
Aku memeluknya.
“Kamu ngga usah mikirin koko ya, sayang!  Tuhan pasti menjaga koko.”
“Nanti kalau aku sudah besar dan punya uang yang banyak. Aku mau belikan koko sebuah toko. Biar koko ngga usah kerja lagi. Trus belikan koko rumah dan mobil, biar kalau hujan bisa tetap tidur enak dan tidak perlu lagi jalan kaki.”
Mulutku tertutup rapat. Bungkam. Tak ada kata yang bisa melewati kerongkonganku. Di tengah rasa sakitnya, dia masih menyimpan sebuah impian. Bukan keluh kesah karena sakit yang di deranya.

******

Aku membawa sebuah boneka Tazmania kecil untuk Samuel. Samuel yang terbaring lemah memaksakan senyumannya.
“Ko…”
“Kenapa sayang?”
“Besok aku tidak bisa ikut koko natalan di gereja.”
“Ngga apa-apa.”
“Kamu suka ngga bonekanya?”
“Terima… kasih… ya, ko! Bonekanya bagus banget.”
“Maafkan koko ya. Koko ngga bisa belikan kamu boneka yang gede.”
“Ko, aku mau… kasih koko… kado.”
Aku tercengang!
“Aku cuma… bisa kasih lagu buat koko…”
Aku mendekatkan kupingku di wajah Samuel.

Ku yakin saat Kau berfirman
Ku menang saat Kau bertindak

Hidupku hanya ditentukan oleh perkataanMu

Ku aman karna Kau menjaga
Ku kuat karna Kau menopang
Hidupku hanya ditentukan oleh kuasaMu

Bagi Tuhan tak ada yang mustahil
Bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin
MujizatNya disediakan bagiku
Ku diangkat dan dipulihkanNya”

Air mataku terus jatuh ketika dengan susah payah dia menyelesaikan lagu tersebut. Meski sudah tidak ada lagi harapan Samuel tetap percaya mujizat itu ada.
“Selamat natal ya ko,” ucapnya dengan sangat pelan.
“Selamat natal juga sayang.”
“Ko…”
“Iya, sayang!”
“Koko bisa nyanyikan aku sebuah lagu…”
Tanpa berpikir panjang aku memenuhi permintaan Samuel. Lagu kegemarannya…

Dalam segala perkara
Tuhan punya rencana
Yang lebih besar dari
Semua yang terpikirkan

Apapun yang Kau perbuat
Tak ada maksud jahat
Sebab itu kulakukan
Semua dengan-Mu Tuhan

Reff:

Ku tak akan menyerah pada apapun juga
Sebelum ku coba, semua yang ku bisa
Tetapi kuberserah kepada kehendak-Mu
Hatiku percaya Tuhan punya rencana.
Tangan kanan Samuel mendekap boneka Tazmanianya sementara tangan kirinya menggengam tanganku.

Genggamannya makin lama makin lembut hingga tak ada lagi nadinya yang berdetak.

“Surga menantimu, pahlawan kecilku,” bisikku dikupingnya yang dingin.






Akhirnya Samuel pun pergi tuk selamanya  di Malam Natal,

       Thanks buat yg udah bacah......
SALAM MANISKU
   RICHARD FLOREZH BOYZH


Senin, 20 Juni 2016

Cinta Beda Agama


Cinta Beda Agama
Cerita cinta yang kualami sangat menyedihkan. Setelah ayah meninggal, aku putus sekolah, dan akhirnya bekerja di pabrik sebagai buruh dengan gaji rendah. Kemudian aku jatuh cinta dengan bos sendiri yang beda agama. Sekarang aku tinggal di kota lain jauh dari keluarga, tinggal dengan pria yang bukan suamiku tapi melahirkan anaknya. 


Cerita cinta menyedihkan
Ceritaku dimulai dengan Ayah yang sakit keras dan butuh biaya besar untuk operasi jadilah aku putus sekolah. Akhirnya aku pun mencari pekerjaan karena tidak mungkin bagiku membebani orang tua untuk makan dan keperluanku sendiri.

Awalnya aku bekerja di pabrik dengan gaji yang sangat rendah dan tentu saja tidak mencukup kebutuhanku. Tapi karena tidak punya ijazah dan daripada menyusahkan orang tua di rumah aku tetap kerja disana dan berharap ada orang yang nawarin  lowongan kerja yang lebih bagus.

Tidak lama bekerja di pabrik itu Ayah meninggal, sedih sekali rasanya tapi itu sudah kehendak yang Maha Kuasa. Beruntung tidak lama setelah itu, seorang tetangga yang menaruh kasihan ke kami menawarkan pekerjaan di pabrik juga tapi dengan gaji yang lebih besar.

Menjalin Cinta dengan Bos

Akhirnya aku pindah kerja, bos ku yang baru seorang keturunan Tionghoa dan tempat kerjanya tidak begitu jauh dari rumahku. Jadi setiap hari aku jalan kaki pulang pergi ke tempat kerjaku itu.

Selang beberapa bulan kerja disana, bos ku yang duda beranak dua itu menelpin ke hp ku yang jelas buat aku bingung, jadi tidak kuhiraukan. Tapi tiba-tiba sms nya masuk dan  menelepon lagi, jadi aku respon dengan sopan, tidak ada dalam pikiranku untuk mendekati bos ku, apalagi umur kami terpaut jauh.

Selain bosku lebih pantas jadi ayahku, kami juga beda agama, jadi dia sama sekali bukan tipe pria yang kucita-citakan akan menjadi pendampingku kelak. Masalahnya adalah, bosku semarin sering telpon dan sms ke nomorku, aku yang tadinya biasa saja akhirnya lambat laun timbul perasaan senang karena diperhatikan.

Bosku juga enak diajak ngobrol sehingga komunikasi kami selalu nyambung. Sampai suatu hari dia mengajak aku ketemuan di luar jam kerja. Aku mau saja karena kupikir bosku orangnya sopan dan tidak macam-macam. Dan akhirnya kami bertemu dan jalan bareng.

Sepanjang jalan aku merasa canggung dengan pandangan orang-orang karena perbedaan usia kami yang terlalu mencolok. Aku masih sangat belia dan bos ku sudah sangat dewasa dan dari suku Tionghoa lagi. Aku merasa seperti wanita tak benar yang jalan dengan oom-oom senang. Jadi selama di jalan aku merasa tak nyaman meski begitu obrolan kami tetap nyambung dan menyenangkan.

Dengan berjalannya waktu dan semakin seringnya kami jalan berdua, aku pun mulai menyayanginya. Dia sangat baik dan pengertian, ngobrolnya pun nyambung dengan aku yang masih sangat muda ini. Setiap sms dan telponan dengan dia aku merasa asik dan senang. Bahkan kalau dia tidak sms aku merasa hariku jadi sunyi dan akhirnya gelisah sendiri.

Terjebak Antara Cinta dan Nafsu

Suatu hari bosku mengajak aku jalan, waktu aku tanya kemana dia gak kasih tau dan bilang ikut saja. Agak aneh tapi aku sama sekali tidak curiga kepadanya. Jadi saat nyampe tujuan aku kaget ternyata dia membawa aku ke hotel. Aku bilang, “loh mau ngapain kita disini,” tapi dia diam saja, jadi aku bilang yuk pulang aja, aku gak mau disini. Dia cuma bilang, udah gak apa-apa. Aku minta diturunin tapi dianya gak berhenti karena bawa mobil, udah gitu aku juga gak tau ini daerah mana, takut sekali rasanya perasaanku.

Akhirnya aku ikut bosku masuk ke dalam kamar hotel. Aku diajak berhubungan intim dengan sedikit paksaan, aku bilang padanya aku harus dinikahin setelah ini. Dia jawab Iya dan berjanji akan menikahiku segera. Sebenarnya aku sudah melawan tapi tenagaku kalah dengan dia, jadi mau tidak mau aku hanya pasran dan menangis. Aku takut sekali, takut kepada Tuhan, takut ke keluargaku dan aku takut ini jadi aib jika dia tidak bertanggung jawab.

Sejak kejadian itu aku jadi lebih sering mengunci diri di dalam kamar dan juga sering menangis sendiri sampai-sampai nyalahin Tuhan kenapa nasibku begini. Kalau sedang ribut dengan dia, dia selalu ngancam gak mau tanggung jawab. Ah rasanya seperti mau mati saja, sudah putus sekolah, Ayah juga meninggal, sekarang harus menghadapi masalah seperti ini. Nasibku kok jelek begini, bagaimana nanti Ibuku kalau dia tau yang sebenarnya.

Sikap bosku kepadaku sebenarnya tidak berubah, dia tetap perhatian bahkan aku merasa dia jadi lebih sayang kepadaku, hanya saja setiap aku tagih untuk dinikahin dia selalu ada alasan untuk mengulur-ulur waktu.


Pernah dia bawa aku lagi ke tempat itu, kali ini dia mengancam aku tidak dinikahin jika tidak melayaninya. Aku pikir aku sudah terlanjur rusak karena dia jadi aku berikan juga yang dia mau. Di dalam hati aku juga takut dia lari dari tanggung jawab. Jadilah malam itu aku melayaninya dengan suka rela.

Sampai sekian lama, aku dan bos ku semakin sering melakukan hubungan suami istri tanpa status resmi, bahkan hubungan kami sudah seperti pengantin baru, rasanya manis banget dan romantis. Dia sangat perhatian sama aku dan juga romantis. Sayangnya dia tetap tidak bisa nepatin janjinya kaena satu alasan, beda agama.

Dia bilang kalau mau nikah dengan dia aku harus ikut agama dia. Ya jelas aku tidak mau, bagaimana pun aku akan tetap dalam agamaku ini. Padahal dulu dia pernah ngomong ke Ibu ku, bilang akan melamarku dan ikut agamaku. Dia pun sempat belajar buku-buku agamaku dan bahkan ikut puasa saat bulan puasa tiba, saat hari raya pun dia juga ke rumahku untuk merayakan.

Keluargaku tau kami pacaran tapi mereka tidak tau kalau aku sudah tidak perawan lagi. Sekarang, dia minta aku masuk agamanya, kalau tidak dia ngancam atau mungkin menakut-nakutin aku. Aku sering nasehatin dia, gimana rasanya kalau anak kamu yang diginiin orang, aku juga sering mengungkapkan beban yang kurasakan kepadanya, tapi dia diam saja.

Jika sedang ribut, dia selalu ngancam bahkan untuk urusan sepele pun dia akan ribut. Pernah terpikirkan olehku untuk mengakhiri hubungan ini, Ya sudahlah kalau dia tidak mau tanggung jawab, tidak apa-apa. Jika sudah begitu dia pasti sms dan telpon aku minta maaf.

Aku pun pernah mencoba berhenti berharap tapi aku gak bisa, aku sudah terlanjur sayang banget sama dia. Rasanya hati ini gelisah terus kalau tak menerima kabar atau tak bertemu dia. Begitu pun dia kepadaku, meski sedang marahan dia pasti akan menghubungi aku.

Pindah ke Luar Kota

Satu waktu, dia bilang mau buat usaha baru di luar kota karena usaha yang dijalaninya di kota kami sedang tidak bagus. Jadi aku bilang, “aku bagaimana?”. Dia bilang tetap berhubungan tapi jarak jauh, waktu itu aku sempat takut juga dia ga akan hubungi aku lagi atau pergi begitu saja tanpa kabar, tapi ternyata dia tetap hubungin aku dan selalu kasih kabar. Perhatiannya tidak berubah meskipun kami berjauhan.

Pernah aku tanya kenapa gak ninggalin aku karena disana dia bisa bebas, lagian dia juga sering ngancam aku gak mau tanggung jawab. Dia jawab, “aku bukan ngancam kamu tapi biar kami gak berani macam-macam di luar jadi aku sering ngancam kamu begitu. Karna kamu tetap baik dan bisa mengerti sifatku jadi yaa tetap aku pertahankan.”

Aku bilang kalau begitu kenapa gak dinikahin, dia bilang, bukan gak mau nikahin tapi terkendala di keluarga masing-masing. Dia bilang takut kalau keluarganya tidak bisa terima aku, begitu juga sebaliknya keluarganya akan sulit terima aku jika tidak pindah ke agamanya. Dia bilang, sekarang kita jalanin dulu apa adanya.

Setelah beberapa bulan tidak bertemu rasanya rindu menggebu-gebu. Karena sama-sama kangen dia menyuruh aku datang ke tempatnya di luar kota. Entah kenapa tanpa mikir panjang aku mau saja. Waktu itu di rumah aku juga merasa tertekan karena Ibu sering ngomelin aku. Jadi akhirnya aku putuskan berangkat ke tempatnya di luar kota.

Aku bilang ke Ibu dan keluarga dapat kerjaan di luar kota, tapi saat pergi aku langsung pergi saja tanpa pamit keluarga, karena mereka gak tau kapan aku perginya tau-tau akunya sudah gak ada di rumah. Aku takut mereka tidak mengijinkan aku pergi. Mungkin kepergianku lebih mirip kabur daripada ijin kerja di luar kota.

Bukan Istri Tapi Punya Anaknya

Akhirnya aku bertemu dengan bos ku di kota yang baru aku kenal. Berulang kali aku minta dinikahin tapi jawaban yang dia beri tetap saja sama, sampailah akhirnya aku hamil. Ya Allah gimana nasib anakku ini kelak? bagaimana pula tanggapan keluargaku kalau tau aku hamil di luar nikah. Mereka pasti kecewa banget.

Kadang aku merasa dia adalah suamiku tapi kami tjdak pernah menikah resmi. Ada rasa bersalah dan berdosa tapi kenapa cintaku dengannya begitu dalam hingga aku tak bisa melepasnya. Ya Allah bila dia memang jodohku kenapa jalan yang kulalui ini tidak benar.

Dia adalah laki-laki yang menyayangiku, sangat perhatian dan aku ingin dia menjadi suamiku tapi kami kok beda agama. Bila melepasnya aku takut tidak bisa mendapat laki-laki seperti dia yang bisa mengerti aku seperti dia. Hmm bimbang rasanya, gak tau harus bagaimana sekarang.

Aku bingung dengan statusku bahkan saat aku sudah melahirkan anak pertamaku. Bukan istri tapi punya anaknya. Pernah satu waktu aku pulang ke rumah membawa anakku. Waktu itu rasanya takut sekali melihat ekspresi keluargaku, apalagi ibuku sampai menangis sambil memelukku.

Aku hanya bilang, mama maafkan aku, aku gak apa-apa mama, jangan khawatirkan aku. Aku tak bisa ngomong banyak, aku tau saat itu akan tiba cepat atau lambat. Aku tau ibuku sedih sekali, dalam hati dia pasti hancur melihat keadaanku, apalagi saat pergi aku berbohong bilang dapat kerja di kota lain, betapa jahanya aku sebagai anak.

Ibu nanya siapa bapaknya, aku bicara sejujurnya dan bilang dia mau tanggung jawab dan kami sudah menikah siri. Ya aku berbohong lagi. Membohongi Ibuku. Aku tadinya tidak mau bohong tapi ibuku tidak mau aku melanjutkan hubungan dengan dia karena perbedaan agama. Tapi bagaimana dengan anakku yang tak punya bapak? serba salah jadinya.

Cinta Beda Agama

Akhirnya aku kembali ke kota itu, bertemu dengan ayah dari anakku ini. Sekarang fisikku sudah tidak sebagus sewaktu masih gadis, kulitku tidak mulus lagi, aku menjadi jelek. Tapi dia masih tetap sayang padaku, jika aku lepas dia apa ada laki-laki lain yang mau sama aku, apa bisa aku dapatkan laki-laki lain yang baik dan penyayang seperti dia.

Jika aku melepasnya, lalu dengan apa aku membiayai hidup anakku ini, keluargaku jelas tidak mampu karena aku bukan dari keluarga yang kaya. Jika kembali ke rumah bersama Ibu, bagaimana keluargaku menanggung malu yang kubawa ini?

Jadi aku putuskan hidup bersamanya meski kami tidak memiliki status yang sah. Dia mau bertanggung jawab kepadaku dan anakku, membiayai kebutuhan kami. Perhatian dan kasih sayangnya pun tidak berubah. Dan yang paling penting adalah kami saling mencintai.

Jika merunut hidupku yang dulu, tak pernah sedikit pun terpikir dan terbayang bakal begini hidup ku, mencintai laki-laki duda yang sudah punya anak, umur juga jauh dan beda agama. Apa memang sudah takdirku begini, kadang aku takut aku salah jalan dan menyesal di kemudian hari. Tapi aku bingung harus gimana menjalaninnya, aku hanya bisa berdoa dan mohon ampun dengan yang maha kuasa. Aku jalanin aja yang sekarang.

Dia juga ada beban, anak-anaknya tidak tinggal bersamanya tapi dirawat oleh Ibu dan adiknya, dia berbohong kepada keluarganya untuk menutupi aku, dia juga melarang keluarganya datang melihat usahanya. Ketemu anaknya pun hanya setahun sekali atau dua kali saat liburan lebaran atau imlek.

Bagaimana masa depan anakku nanti, aku tidak tau. Kuserahkan semuanya kepada Allah, Tuhanku yang Maha Mengatur urusan hambanya, aku hanya menjalani apa yang sudah ditakdirkan untukku. Semoga anakku menjadi anak yang baik dan berada di jalan yang benar. Semoga Tuhan meringankan beban yang kurasakan. Amiinn..




Senin, 13 Juni 2016

PELUKAN TERAKHIR KE DUA ANAK YATIM

Udara begitu dingin malam itu. Ada dua orang anak kecil yang sedang duduk saling berdekapan di teras samping rumah tingkat yang gelap, tanpa penerangan sedikitpun. Hanya pancaran cahaya lampu jalan milik rumah-rumah di sekitar kompleks itu yang menerangi gigilan hebat tubuh mereka. Sang adik kira-kira baru berusia 6 tahun sementara sang kakak berusia sekitar 8 – 9 tahun. Tubuh sang kakak amat kurus dan gigilan tubuhnya lebih hebat dibandingkan dengan adiknya yang sedang tertidur di dekapannya. Tak ada selimut, tak ada jaket, tak ada makanan. Mereka hanya mengenakan baju pendek dan celana pendek.

Sang adik tiba-tiba terbangun dan merintih karena perutnya terasa sakit. Sejak kemarin mereka belum makan. Mereka tak punya uang sepeserpun walau hanya untuk membeli sepotong roti.

“ kak, perutnya sakit…” erang sang adik yang mau tidak mau membuat sang kakak jadi kebingungan. Ia pun sangat lapar dan kedinginan. Tapi, apa yang bisa mereka makan??

“ tidur aja, dik…besok pagi kita pasti bisa makan “ sang kakak berusaha menghibur adiknya walau suaranya semakin parau karena kedinginan. Sang adik pun tertidur, tapi sang kakak bisa merasakan kalau sang adik sedang terisak di pelukannya. Sang kakak tahu, perut adiknya pasti sangat lapar, sama seprti dirinya. Ia pun tidak tahu sampai kapan mereka akan tetap bertahan kalau keadaannya seperti ini terus.

Sejak dua hari yang lalu, ibu mereka meninggal dunia dan mereka sudah tidak punya tempat tinggal lagi. Ayah merekapun sudah lama meninggal. Mereka tak punya sanak saudara untuk mereka jadikan sebagai sandaran hidup. Akhirnya mereka terlunta-lunta di jalanan tanpa sedikitpun uang dan pakaian. Mereka diusir dari rumah kontrakan yang tadinya mereka tempati bersama ibu mereka. Anak kecil mana bisa bayar uang kontrakan, begitu alasan sang pemilik rumah kontrakan itu.

Sejak kemarin, mereka terus berjalan tanpa tujuan. Baru menjelang malam mereka sampai di teras rumah yang sekarang menaungi tubuh rapuh mereka. Sang kakak tidak merasa yakin mereka bisa melewati malam yang begitu dingin itu. Mereka tidak berani meminta tolong penduduk sekitar. Mereka masih kecil dan terlalu takut untuk meminta tolong. Karena mereka tau, mereka akan dipandang sebelah mata, dianggap pengemis yang hanya berpura-pura mengemis untuk membiayai orang tua mereka yang pengangguran.

Di tengah rintikan halus hujan malam yang dingin itu, dua orang kakak adik itupun tertidur dengan perut yang sangat lapar dan tubuh yang lemah, hanya berselimutkan tubuh satu sama lain yang saling berpelukan.

Pagi harinya, saat sang adik terbangun, ia menemukan kakaknya sedang merintih kesakitan sambil memegangi perutnya. Sang adik yang masih kecil itupun panic dan pada awalnya dia hanya bisa menangis. Tangisannya itulah yang pada akhirnya mengundang perhatian penduduk sekitar. Semua orang berdatangan untuk melihat siapa yang menangis sepagi itu. Beberapa orang langsung menghampiri dua tubuh kurus itu lalu memeriksa keadaan mereka.

Baju mereka basah kuyup dan tubuh sang kakak amat panas. Beberapa orang lainnya mengambilkan pakaian untuk mereka, beberapa orang lagi memberikan makanan dan ada seorang ibu yang dengan baik hati mau mengolesi perut sang kakak dengan minyak angin karena sang kakak mengeluh perutnya amat sakit. Sang adik terdiam dari tangisannya dan dibawa oleh seorang penduduk ke rumahnya. Sementara sang kakak yang merintih kesakitan, langsung dilarikan ke rumah sakit untuk diperiksa dokter.

Rupanya, hari itu adalah hari terakhir sang kakak beradik itu bertemu. Karena setelahnya, mereka tidak pernah bertemu lagi selamanya. Sang kakak meninggal di rumah sakit karena penyakit angin duduknya sudah sangat parah akibat kehujanan semalaman ditambah dengan perutnya yang kosong. Sang adik pun dirawat oleh salah seorang penduduk, ia selamat.

Semoga bisa melembutkan hati kita semua...

Kisah Seorang Anak Penjual kue

NASIB PENJUAL KUE KELILING
Cerita ini tentang Nasip Seorang anakYang bekerja sebagai seorang penjual Kue keliling di kompleks perumahan Perumnas kelurahan kelapa Lima,Kota Kupang NTT
Pada suatu hari si Deni di suruh ibu tiri nya untuk menjual kue keliling kompleks Perumahan,
Si Deni ini anak Tunggal dari keluarga Yang terpisah,Ayah dan ibu nya udah punya keluarga nya Masing-masing,
Awalnya si Deni Tinggal bersama ibu nya di Flores karena gak tahan dari kekejaman ayah tirinya, Si Deni memutuskan untuk mencari sang ayah di Kupang,
Awal kedatanganya si Deni di sambut dengan baik oleh ayah dan ibu tirinya,
Hatinya merasah bahagia sekali,dalam pikiran si Deni, mungkin penderitaan nya dari kekejaman ayah tiri,dia tidak akan merasakan lagi,
Hari demi hari telah berlalu.
Semua yang di harapkan Deni itu salah
Kekejaman itu Mulai terlihat lagi dari sang ibu tirinya Deni,
Pada saat itu Demi masih duduk di Bangku kelas 4 SD.
Sepulang sekolah Deni di suruh ibu tirinya untuk Menjual kue keliling kompleks perumahan,
Walaupun si Deni sehari-menjual kue keliling
Tpi selalu di katain oleh ibu tirinya Kalau si Deni ini anaknya Pemalas, Dan hanya tau makan aja,
Sebelum berangkat menjual kue si Deni selalu melakukan aktifitasnya sehari-hari yaitu mencuci piring,
Si Deni menjual kue dari jam 3.00Pm-7:00pm
Kadang- kadang jualannya gak habis terjual
Udah pasti Deni di marahin habis-habisan,
Den..... pasti tdi lu pi brmain di mana tu ko lu
Son pi bajual tu kue dong!!!
Si Deni hanya diam saja tanpah ada 1 kata yg keluar,tapi bathin dia menangis karna selalu di katain anak pemalas,taunya Cuman makan,
Yang paling Deni sakit hati dan gak bisah terlupakan sampai sekarang iyalah kata-kata,
Deni..!! Lu pung makan macam babi sa''
Lu ni pasti bukan Be pung laki pung anak,
Tapi kalau Si Deni bukan anak dari suaminya
Kenapa si Deni ini mukanya mirip bagaikan pinang Berbelah 2 dengan Suaminya,Dan dengan kedua saudara Tirinya"
Hampir 3 tahun si Deni bertahan tinggal bersama mereka,
Dan pada suatu hari tepatnya pada hari minggu,
Biasanya klu hari minggu jualan kue nya si Deni pasti awal habisnya karna
Bnyak langganan nya yang libur,
Pada hari minggu yang malang itu"
Jualan si Deni udah habis'
Dan ada salah 1 langganannya memesan kue sebanyak Rp 50.000
Untuk acara arisan hari senin sore,
Si Deni pun bahagia bangat karna Kalau ada Yang memesan kue,Berarti dia tidak perlu capek-capek lagi menjajah keliling kompleks perumahan,
Dan langganan itu karna udah percaya bangat sama si Deni makanya dia memberi duluan uang nya walaupun kue nanti besok siang,
Si Deni pun setujuh, dan langsung menerima uang itu dengan jawaban
Makasi"!! Tanta nanti besok be pulang skolah trus be mari dtang antar tu kue dong!!!
Si Deni pun langsung menyimpan duit itu di dalam saku celana dan dia pun langaung brpamitan dengan langganan kue itu,
Sesampainya di belakang rumah si deni pun berniat untuk menghitung lagi uang hasil jualannya,
Betapa Kagetnya setelah si Deni begitu sia masukin tangannya kedalam saku celananya ternyata duitnya udah gak ada lagi
Dan ternyata saku celananya yang dia pakai itu
Robek dan semua duit jatuh dan tak tersisah 1 sen pun,
Si Deni pun langsung panik dan bergegas mencari menyusuri jalan yg dia lewati
Tpi sayang nasip tak berpihak kepadanya,
Akhirnya Deni hanya bisah mencari sambil menangis dan berdo'a agar uang itu bisah dia temukan kembali,
Segala macam rasa takut telah menghantui perasaannya si Deni,
Dan si Deni pun takut untuk kembali ke Rumah,
Karna dia tau kalau nanti dia pulang pasti dia akan di hukum oleh ayah dan ibu tirinya,
Karna hal itu sering terjadi
Kadang-kadang kalau Jualan nya itu tekor atau sot,
Akhirnya Deni pun seperti orang Gila menangis sambil memikirkan nasipnya bakal jadi apa nanti kalau dia balik ke rumah nanti,
Waktu udah sore menujukan pukul 4:00pm
Si Deni pun Pergi ke pesisir pantai,
Pantai pasir PUTIH KELAPA LIMA,
DI pesisir pantai itu Si Deni merenungi Nasipnya dan Pingin kembali bersama ibu nya di Flores,
Seharian si Deni gak Ada makan apa pun, Di tengah renungan nya Deni memutuskan
Tuk berjalan kaki menuju ke Pelabuhan Pelni kupang Di Tenau,
Si deni berjalan melalui pesisir pantai
Dan Gak terasah waktu udah malam
Dan lampu pelabuhan udah kelihatan, kurang lebih 30 menit lagi Deni Berjalan
Dan akhirnya Deni pun sampai di Pelabuhan Pelni,
Sesampainya di pelabuhan ternyata kapal yang jadwalnya ke Flores udah gak ada lagi, dan Deni memutuskan untuk tidur di terminal pelabuhan untuk menunggu kapal di hari esoknya.
Keesokan harinya akhirnya Deni pun berangkat Menuju pelabuhan ASDP Bolok kupang, tuk menunggu kapal ferri yg akan ke flores,
Dan nasip berpihak ke Deni trnyata hari itu ada jadwal kapal ke Flores dan deni pun akhirnya kembali ke Flores untuk mencari ibu kandung nya!!!

Thanks buat yang udah membaca ceritaku!!!

Richard Florezh

CATATAN HATI

Ada sesuatu yang terasa hampa

saat langit langit semakin menua

ada sesuatu yang terasa berbeda

saat hujan hujan tertahan diantara mega


Sendiri dan sepi, aku ingin berlari

menelusuri mimpi yang tak kunjung menepi

atau haruskah aku hanya berdiri disini

mengeja bait pelangi yang hampir mati


Di penghujung hari...

Ketika senja berlalu dan pergi

Ketika hati ini terhenti bernyanyi

aku ingin kau kembali

disini, seka
li lagi...!!!!

CERPEN CINTA

♥Kala Cinta Dikhianati♥
Dila adalah pacar pertama sekaligus cinta pertamaku. Waktu itu aku kenal dia dari seorang temanku yang juga temannya Dila.Kita ketemuan terus dan sering smsan,tetapi waktu itu kita sama-sama belum saling ada perasaan.Hingga suatu hari Aku ngajak Dila ketemu lagi,dan Dila pun setuju. Pada suatu hari Aku telepon Dila,dan Aku mengatakan cintaku pada Dila,, bahwa aku menyayangi dan mencintai Dila. Dila kaget,bingung dan terdiam setelah Aku mengatakan cintaku padanya mungkin dia bingung harus men jawab apa. Tidak Aku sangka Dila mau menerima cintaku dan mau menerima aku sebagai kekasihnya. “ Ujar Ajang.”
“Ajang : Terimakasih Yaaa Dila...kamu sudah mau terima cintaku !!” tutur Ajang.
“Dila : iaaaa...sama-sama sayang !!” jawab Dila.
Kita menjalani cinta yang begitu indah tanpa ada masalah yang terlalu berat.
2 minggu kemudian..setelah sekolah kita mengambil hasil UAS disekolah dan liburan telah tiba...Sore itu sepulang dari sekolah aku di ajak jalan-jalan sama Dila,terus kita duduk-duduk di taman.
“say,,kan liburan telah tiba...besok aku mulai pulang kampung ke Bandung bersama kedua Orangtuaku,selama aku Liburan diBandung kamu jangan nakal ya,jangan aneh-aneh.” Kata Dila.
“iya, aku ngga bakalan aneh-aneh kok,aku tetap setia sama kamu,,,jaga diri kamu baik-baik ya..” jawabku.
“Sudah hampir 1minggu lebih Dila Liburan diBandung,tetapi entah kenapa aku merasa sikap Dila sama aku berubah,sikapnya enggak semanis dulu,dia juga jarang sms apalagi telepon,perhatiannya pun berubah seratus delapan puluh derajat.” Tutur Ajang.
Cerpen Cinta Sedih - Penghianatan
Tapi aku selalu berusaha enggak mikir yang macam-macam. Lalu aku coba sms Dila.
“say , kok kamu berubah siih sama aku ?” Tanya Ajang.
“berubah giman sii?" jawab Dila.
"kamu enggak pernah sms aku .. kamu sudah nggak mau lagi yaa Sms aku lagi ?” Tanya Ajang.
"emang kenapa ?kenapa enggak kamu duluan yang sms aku,, keberatan ya sms aku duluan, kalau keberatan yaa sudah enggak perlu Sms,aku juga enggak butuh sms dari kamu!!!" Jawab Dila.
Betapa sakit hati ini waktu Dila berkata seperti itu. Lalu aku coba balas sms Dila.
“bukan nya gitu,tapi aku merasa akhir-akhir ini kamu berubah sama aku,knapa siihh? Aku punya salah sama kamu ?” Tanya Ajang.
“enggak kenapa-kenapa.” Jawabnya Dila.
“terus kenapa kamu berubah sama aku. kenapa enggak pernah sms aku?” tanya Ajang.
"aku enggak akan sms atau telepon kamu... kalau kamu enggak yang sms aku duluan.” Jawab Dila.
“lho kenapa?” Tanya Ajang.
“enggak kenapa-kenapa. Sudahlah aku sedang sibuk..!!” Jawab Dila.
Itu sms terakhir yang Dila kirim buatku. Entah kenapa hati ini sakit sekali Dila bersikap seperti itu.Selama aku pacaran dengan Dila aku belum pernah mendapat sikap Dila yang setega ini sama Aku. Aku hanya bisa merasakan sakit yang amat dalam dan hanya bisa berharap semoga Dila bisa secepatnya berubah seperti dulu lagi.
Hampir 2 bulan Dila bersikap kasar dan cuek sama Aku,,Sampai suatu hari Bagas yang dulu mengenalkan Aku dan Dila datang ke rumah.
“Ajang gimana kabar lo?” tanya Bagas.
“Baik. Lo sendiri gimana? tumben amat lo kesini."
“Iya nih, gue ada kabar penting buat lo....”
“Kabar penting?apaan??” Tanya Ajang.
“ehmm, lo ngerasa engga kalau si Dila berubah sama lo?”
“Iya,sebenernya ada apa sih?gue bingung banget.Sakit hati gue dia giniin sama Dila..”
“Sebenernya....”
“Sebenernya kenapa Gas?lo bilang aja.Gue bisa terima kok!”
“Sebenernya Dila suka sama cowok lain Jang,,,namanya Indra. Dila bilang sama gue dia kenal waktu liburan diBandung.Dia juga bilang udah enggak ada rasa sama lo,,,dia jenuh sama loo..!! Tutur Bagas.
“Apa??!serius lo Gas? Ya Allah tega banget sih Dila sama gue Gas,apa salah gue sampai dia tega lakuin semua ini sama gue".Kontan aku enggak bisa nahan air mataku ini!!” ujar Ajang.
"Maafin gue Jang, gue enggak ada maksud buat bikin lo sedih,,sebenarnya udah lama gue mau bilang semua ini sama lo,,,tapi gue takut lo sakit hati. Gue tau hati lo hancur,tapi gue juga enggak mau lo dihianati sama Dila,,maafin gue Jang.